SaveGebe

PETISI
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskkan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan (pembukaan UUD 1945)
Secara historis, dari perjuangan kemerdekaan indonesia hingga gerakan reformasi hanyalah bertujuan untuk menciptakan 'keadilan sosial di setiap lapisan masyarakat yang ada di indonesia, karena disparitas adalah salah satu faktor pengancam stabilitas demokrasi negara, maka pemerataan kue pembangunan harus benar-benar menjadi indikator pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota sesuai dengan amanat undang-undang. Pemerintah provinsi dan kabupaten sebagai representasi dari pemerintah pusat dalam UU No. 23 tahun 2014, bertugas untuk menciptakan pembangunan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat berdasarkan semangat awal otonomi daerah. Kesejahteraan yang di maksud dapat di lihat dari tiga aspek yaitu Ekonomi, kesehatan dan Pendidikan. Kesejahteraan ekonomi bisa terbaca melalui kecukupan masyarakat memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar sedangkan aspek kesehatan dapat terbaca dari besarnya jangkauan masyarakat kepada pelayanan kesehatan atau sejenisnya. Untuk aspek pendidikan dapat di lihat dari semakin tingginya tingkat partisipasi dalam menjenjang dunia pendidikan. Akan tetapi dari sisi pembangunan infrastruktur harus di perhatikan. Karena secara teoritis, setiap fasilitas akan menunjang kemudahan dari semua aspek. Selain itu, pelengkapan infrastruktur yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat adalah bagian dari kewajiban yang harus di penuhi oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten Kota.
Gambaran kondisi kecamatan pulau Gebe
Jika di uraikan, kecamatan pulau gebe berada di bawah cengkraman perusahaan multinasional yang bergerak di bidang eksploitasi partambangan nickel sejak belasan tahun yang lalu. Dari Indonesia Development Company (INDECO) milik jepang tahun 1969 dan beroperasi ditahun 1973 hingga tahun 1974. Selama satu tahun perusahaan INDECO mengguras Sumber daya alam kecamatan pulau gebe dan di akhir tahun 1974, INDECO di pulangkan ke jepang karena terjadi peristiwa Mala Peteka Republik Indonesia (MALARI). Beberapa peninggalan perusahaan Indeco seperti alat berat di jual oleh masyarakat setempat. Setelah jepang keluar dari pulau gebe, Enam tahun kemudian tepatnya di tahun 1979 perusahaan Aneka Tambang (ANTAM) Masuk melanjutkan bekas eksplorasi dari perusahaan INDECO. Perusahaan bernuansa BUMN ini beroperasi di pulau gebe selama 32 tahun. Akhir tahun 2004 PT. ANTAM melaksakan kewajibannya untuk melakukan rehabilitasi daerah lingkar tambang. Beberapa fasilitas yang di bangun oleh PT. ANTAM di antaranya.
Memberikan tiga mesin pembangkit listrik di kecamatan pulau gebe
Membangun penerangan listrik dari desa Elfanun sampai desa sanafi kacepo.
Selain penerangan listrik, PT antam membangun jalan raya dari desa elfanun sampai desa umera (dengan proyek setengah hati).
Membangun penampungan air (Waduk) di desa kapaleo dan desa elfanun.

Setelah pembangunan beberapa fasilitas publik, PT. ANTAM Membangun komiten bersama Pemerintah Kabupaten terkait dengan perawatan fasilitas sebelum PT. ANTAM keluar dari pulau Gebe. Akan tetapi sejak tahun 2004 hingga 2016 pemerintah kabupaten Halmahera Tengah “belum siap” menerima seluruh aset yang di miliki oleh PT. ANTAM. Ketidaksiapan Itulah yang berakibat pada tidak terlayaninya fasilitas publik (listrik, air besih, jalan raya, bandara, kolam renang, lapangan Golf dan gedung-gedung PT.ANTAM lainnya ) dengan baik.
Setelah Aneka Tambang, PT. Gebe Karya Mandiri (GKM) masuk dan melanjutkan sisah eksplorasinya di bawah direktur Bakir abd. Gani . Kehadiran PT. GKM tidak berlangsung lama dan keluar dari pulau gebe dengan alasan kebangkrutan. namun Salah satu bantuan fisik PT. GKM adalah bangunan masjid di desa Sanafimamin. Setelah GKM keluar, masuk lagi PT. Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) dari tahun 2012 hingga saat ini. Sejak Berdirinya PT. Fajar Pada tahun 2012 hingga 2016 banyak menimbulkan catatan-catatan buruk kepada masyarakat lingkar tambang. Artinya selama lima tahun konflik horizontal dan vertikal antar masyarakat dengan masyarakat maupum pimpinan desa dengan masyarakat semakin panas, diskriminasi warga lokal seperti pemanfaatan tenaga karyawan dan lainnya semakin nampak, tindakan kesewenang-wenangan dari PT. Fajar semakin di rasakan oleh masyarakat seperti ketidakkonsistenan dalam merealisasikan bantuan sosial kepada masyarakat lingkar tambang, bantuan setengah hati dan lainnya, timbulnya koruptor-koruptor kecil di lapisan masyarakat.
Selama puluhan tahun kecamatan pulau gebe di singgahi perusahaan berskala nasional dan membawa hasil kekayaan alam pulau gebe sendiri ke luar negeri. Namun bagaimana kondisi daerah dan nasib masyarakatnya?
Sangat di perihatinkan ketika menerka pulau gebe dari desa Elfanun hingga umera. Dengan kondisi jalan raya bekas bangunan perusahaan Aneka Tambang yang yang di bangun sejak tahun 2006 hingga sekarang tidak pernah di perbaiki. Bahkan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Maluku Utara menganggap hal ini bukanlah bagian dari perioritas pembangunan. Selama 11 tahun masyarakat berjumlah ± 500 ribu jiwa yang mendiami pulau gebe hidup dengan kondisi jalan berlubang sehingga memberatkan mereka dalam berbagai macam aktifitas. (Gambar Terlampir)
Selain itu, pembangkit listrik bekas pembangunan PT. ANTAM tersebut tidak di nikmati secara layak oleh masyarakat sekecamatan pulau gebe. Tiang penyambung kabel penerangan hanya di bangun melingkari desa. Akan tetapi untuk menikmati penerangannya sangat jauh secara faktual. Bahkan ada dua desa yaitu desa Umera dan Desa Umiyal tidak menikmati penerangan listrik hingga saat ini oleh karena proyek tersebut hanya di lakukan setengah hati atau tidak sampai pada kedua desa tersebut. Keresahaan itu telah tertanam dalam benak seluruh masyarakat sekecamatan belasan tahun lamanya sehingga berbagai macam gerakan yang di bangun baik melalui persatuan kepala desa se kecamatan dan gerakan-gerakan sosial lainnya namun hasilnya tetap sama. Yang masyarakat dapatkan adalah janji manis baik dari pemerintah kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dan PT. Aneka Tambang serta PT. Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN).
Reaksi Masyarakat kecamatan Pulau Gebe
Beberapa gerakan sosial yang di bangun oleh masyarakat pulau gebe dalam merespon kondisi daerahnya.
Tahun 2013, masyarakat dan m ahasiswa mendesak perusahaan Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) untuk menuntut tangung jawab perusahaan terhadap 8 desa di kecamatan pulau Gebe. Akhirnya perusahaan mengeluarkan surat perjanjian tentang kesepakatan Mahasiswa, masyarakat Kecamatan Pulau Gebe bersama PT. Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) tertanggal 23 Mei 2013 dengan poin kesepakatan sebagai berikut :
Perusahaan bersedia mensosialisasikan AMDAL kepada masyarakat
Perusahaan melaksanakan CSR sebagai tangung jawabnya di kecamatan pulau gebe.
Anggaran CSR yang di berikan sebesar 5 Milyar/ tahun
Penyalurah anggaran CSR sebanyak 5 milyar tersebut di lakukan dengan 3 tahap selama satu tahun.
Anggaran CSR yang di keluargan oleh PT. FBLN di kelolah oleh lembaga independen yang di bentuk oleh masyarakat gebe secara kolektif.
PT. FBLN bersedia melaksanakan reklamasi pertambangan nickel kecamatan pulau gebe pada areal eksploitasi pertambangan (Ubiliye)
Di luar dari anggaran CSR, perusahaan bersedia mnyalurkan anggaran sebesar 30 juta perbulan kepada seluruh desa yang adan di kecamatan pulau Gebe.
Perusahaan dalam melakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan kuota yang di tetapkan oleh pemerintah pusat selama satu tahun sebanyak 3 juta ton/ tahun
Perusahaan FBLN bersedia membangun banguan rumah dan perkantoran karyawan PT. Fajar.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) pinjam Pakai PT. Fajar sebesar 851 Ha.
Kesepakatan tersebut bertempat di kecamatan pulau gebe pada hari kamis 23 Mei 2013 dan di sahkan di atas materai oleh direktur PT. Fajar (Maria candra Pikal), bersama mahasiswa dan 8 kepala desa lainnya. (Bukti terlampir)
Dari 10 point yang di sepakati di atas, ada beberapa point yang menjadi permasalahan hingga saat ini, di antaranya : sosialisasi AMDAL dilakukan secara tertutup dan hanya melibatkan beberapa pihak, tidak adanya transparansi CSR selama 3 tahun yang dari tahun 2014 hingga 2016, untuk pembangian anggaran 30 juta perdesa hanya berjalan 4 bulan pada tahin 2013, sampai saat ini PT. Fajar tidak membangun perumahan untuk karyawan local (perumahan hanya di huni oleh tenaga kerja dari cina), sampai sekarang, CSR tidak di kelolah dari lembaga independent melainkan di tentukan dari pusat.

Gerakan demontrasi yang di lakukan oleh aliansi pemuda dan masyarakat Kecamatan Pulau Gebe padagal 30 mei tahun 2013 dengan tuntuan tranparansi CSR PT. Fajar Bakti Linats Nusantara (FBLN) dan pelayanan listrik kepada PT. FBLN. Hasilnya dari PT. FBLN yang wakili Oleh Ibu Maria Candra Pikal memberkan janji kepada masyarakat dengan mengatakan “ ketika FBLN Beroperasi, air tinggal putar keran dan lampu tinggal tindis kontak”. Akhirnya masyarakat menunggu janji tersebut hingga tahun 2016 tidak terwujud.
Gerakan demonstrasi yang di mediasi oleh Aliansi pemuda Kecamatan Pulau Gebe pada tahun 2014 dengan tuntutan agar perusahaan Aneka Tambang Memberikan mesin Pembangkit Listrik. Tuntutan tersebut menghasilkan Pihak Perusahaan menyerahkan dua mesin pembangkit listrik untuk penerangan 6 desa di kecamatan pulau gebe. Namun pada perkembangannya kedua mesin tersebut tidak bisa di operasi secara maksimal oleh karena kekurangan solar.
Gerakan demonstrasi yang di bangun oleh masyarakat sekecamatan kepada perusahaan Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) pada tahun 2015 dengan tuntutan penerangan listrik. Tuntutan tersebut menghasilkan pihak perusahaan FBLN menyediakan solar untuk menjalankan mesin bekas pemberian Perusahaan Aneka Tambang tersebut. Namun proses perjalanannya hanya beberapa bulan. Setelahnya, masyarakat di


Muhammad Sobri Maulana    Hubungi penulis petisi